Sabtu, 07 Maret 2009

Omong Kosong SPP Gratis




MESKI pemerintah sudah menetapkan SPP gratis, namun tetap saja masyarakat mengeluh, biaya sekolah mahal. Sebagian sekolah tetap memungut biaya uang masuk untuk siswa baru. Apakah ini berarti pihak sekolah yang membandel atau programnya tidak tepat sasaran. Berikut liputan seorang teman yang bekerja di sebuah mass media di Jakarta tentang hal tersebut.

"Dunia pendidikan kita bagai benang kusut. Sebagian besar orang tua siswa, baik baru atau yang akan naik ke kelas berikutnya, pasti pusing memikirkan biaya sekolah yang tinggi. Apalagi, ada siswa baru yang dikeluarkan dan sekolah gara-gara belum melunasi uang pendaftaran (saya baca di rubrik Megapolitan beberapa bulan yang lalu).

Pada 2001, pemerintah telah mengeluarkan peraturan melalui keputusan menteni 053/11/2001, yang mengatur tentang standar pelayanan minimal penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah. Peraturan tersebut mewajibkan sekolah memiliki buku pelajaran pokok dan ditunjang oleh buku pelajaran pelengkap, buku bacaan serta buku referensi seperti kamus, pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolali Menengah Pertama (SMP).Artinya setiap siswa minimal diharapkan memiliki, satu buku paket untuk pelajaranya disamping berbagai buku penunjang lainya. Namun sampai sejauh mi, pemerintah tidak mampu menjalankan kewajibanya dengan baik dan konsisten.

Pemerintah dituding tidak konsisten terhadap peraturan yang dibuat sendiri. Itu dikemukakan Iwan Setiawan Wakil Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Propinsi DKI Jakarta, ketika kami hubungi beberapa saat yang lalu.Terkesan aturan itu dibuat hanya untuk ditelantarkan,tandas Iwan.

Tudingan mi sepertinya berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan, ketika kami menelusuri salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang menjual buku-buku pelajaran di daerah Matraman Jakarta Pusat, memang harganya masib cukup mahal.

Sementara itu, Ade Irawan, koordinator Divisi Monitoring dan Peyanan Publik, Indonesia Corruption Watch (ICW), menuturkan mahalnya biaya pendidikan bisa disebabkan oleh dua faktor. Yakni, kurangnya subsidi dani APBD dan APBN dan juga ditambah lagi dengan korupsi yang dilakukan birokrasi, sehingga memperparab kondisi dunia pendidikan.Tidak boleh ada pungutan liar di sekolah, tandasnya.

Senin, 02 Maret 2009

Secarik Catatan Harian

Pagi di depan tugu.Ikan,burung,dan teratai bercengkerama tatkala bising mulai menyingsing.Terpekur aku disini menarikan pena biru bermerk STANDARD AE-7 FINE.Ya,pena ini sesuai benar dengan merknya,standar,digunakan siapa saja dan dimana saja.Bolpin yang telalu pasaran seperti 'saudara'nya yang bermerk PILOT.Hm,urusan pena atau bolpoin tak terlalu penting untuk ditelisik lebih lanjut.

Aku duduk di bangku menanti.Apa dan siapa yang kunanti?Entahlah,yang pasti penantian itu selalu ada tatkala aku menghempaskan pantat pada bangku semen,duduk tepat menghadap balaikota Malang yang terhalang sebuah bangunan tinggi hitam nan angkuh bernama tugu,yang dikelilingi oleh sebuah kolam bundar.Sebuah monumen yang konon untuk memperingati perjuangan rakyat kota Malang dan sekitarnya saat Clash II tahun empatlapan-kalau tidak salah-di mana terjadi bumi hangus yang terjadi di segenap penjuru kota.Ya,ketika itu ratusan atau mungkin ribuan bangunan termasuk toko-toko di jalan-jalan protokol kota ini musnah oleh api yang dengan sengaja disulut,mirip benar dengan peristiwa kebakaran Pasar Turi,Surabaya,yang beberapa tahun lalu sengaja dibakar orang.Menurut buku bersampul merah(Tionghoa Dalam Pusaran Politik Indonesia)yang pernah kubaca di Gramedia,bumi hangus di kota Malang yang saat itu ditujukan kepada bangunan-bangunan vital,ternyata juga merembet ke pertokoan-pertokoan milik etnis Tionghoa,sehingga banyak diantara pemilik dan keluarganya terpanggang hidup-hidup setelah harta bendanya dijarah.Yang terakhir ini dilakukan oleh 'oknum-oknum' laskar pejuang yang tidak bertanggungjawab serta para pengacau liar yang membabi buta memanfaatkan situasi genting dimana pasukan Belanda mulai memasuki kota Lawang dan merambat ke Singosari di utara kota Malang yang saat itu konon masih cukup dingin.Hm,chaos..sebuah kondisi yang kerapkali melahirkan huru-hara,tidak dulu tidak juga sekarang.

Aku jadi teringat pula tatkala ketidakpastian bergelayut di negeri ini.Saat itu-1998-adalah dimana krisis multi dimensi mencapai puncaknya,situasi keamanan berada pada kegentingan yang sukar dilukiskan,api menyulut rumput kering.Dan membaralah ibukota serta beberapa kota lainnya.Chaos!Kalau kita pikir,baik tahun empatlapan maupun sembilanlapan tak jauh beda situasinya.Terjadi penjarahan dan pembakaran oleh orang-orang tak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi genting.Lantas,mengapa bumi hangus di Malang,Bandung,Medan,dan kota-kota lainnya di tahun empatpuluhlima ke atas,pada masa sekarang kita kenang sebagai kisah nan heroik penuh kepahlawanan,sedangkan peristiwa 'bumi hangus' di Jakarta,Solo,dan kota-kota lainnya di tahun sembilanlapan kita kutuk sebagai tragedi sekaligus sebagai 'aib' bangsa ini?Bukankah kedua-duanya banyak menelan korban orang-orang yang tak bersalah?Ironis!Sejarah memang tumpang tindih,lantas semaunya sendiri dipelintir oleh mereka yang berkuasa,lalu kita dipaksa untuk menelannya mentah-mentah.Puhh!

Aku masih berada di tempat yang sama.Lantas pikiranku melayang kepada hal lain.Pameran.Beberapa saat yang lalu,C 66 melontarkan ide untuk mengadakan pameran bersama di Mamipo(Malang Meeting Point),Jl.Kediri,dekat kampus UM(Universitas Negeri Malang).Cerpen.Ya,belakangan ini aku sedang bingung memilah cerpen yang hendak turut dipamerkan disana.Dipertontonkan ke khalayak ramai di sebuah ruangan.Sesungguhnya rasa tidak percaya atau sedikit rasa minder menggelayut di benakku tatkala ide pameran itu pertama kali diperdengarkan di kedua kupingku.Maka,tatkala C66 kembali menanyakan cerpenku beberapa hari yang lampau,aku spontan berpikir,layakkah cerpenku dipamerkan?Padahal,membuat cerpen bukan hal yang baru lagi bagiku,paling tidak setahun belakangan ini.Menulis,mengedit,lalu mengirimkannya ke berbagai media baik suratkabar,majalah perbukuan,majalah anak-anak,dan sebagainya sering aku lakukan.Beberapa kali dimuat,kalau ditolak sudah tak terhitung,hehehe..Tapi kalau menulis cerpen untuk diikutsertakan ke dalam sebuah acara pameran,belum pernah sama sekali!Apalagi rencananya nanti akan dimonologkan.Puhh!Betul-betul sesuatu yang baru bagiku,sebuah hal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.Aku bertanya kepada diriku,"Beranikah dirimu?".Demikianlah berkali-kali aku katakan pada seseorang tatkala aku menemuinya di dalam cermin di hadapanku.

Aku bukan mahasiswa satra,tak tahu apa-apa mengenai teori sastra.Aku hanya senang menulis tanpa pernah peduli apakah karya yang aku hasilkan selama ini layak disebut sebagai sebuah karya satra.Aku tak begitu pandai berandai-andai,tak begitu pintar mengindah-indahkan kalimat,tak pernah peduli apa itu pakem dan semacamnya.Hanya sesekali membuka-buka buku panduan menulis kalau aku sedang berada di Togamas atau Gramedia.Oh ya,Gramedia.Tahukah kawan,pada suatu siang seorang pramuniaga di sana mendatangiku saat aku sedang membuka-buka buku di rak Sosial Politik.Lantas,ia menanyakan nama dan alamatku sesuai KTP.Aku bertanya,"Buat apa mbak?".Si pramuniaga menjawab bahwa biodataku akan dimasukan ke daftar pelanggan.Glek!Padahal,aku sangat jarang membeli buku di sana.Paling-paling baru sepuluhan buku yang aku beli sampai hari ini.Tapi kalau sekedar berkunjung dan membuka-buka-tentu saja juga membacanya-sudah tak terhitung lagi.Sampai-sampai beberapa satpam,pramuniaga,serta petugas penitipan tas hafal padaku.Bahkan,beberapa di antaranya kemudian menjadi temanku,dalam arti,kami kemudian sering bertemu dan berbincang entah di warung,tempat kos,halte,dan di tempat lain.Oh ya,kawan,beberapa bulan setelah si mba tadi mencatat biodataku,sebuah kartu lebaran melayang ke alamatku di sebuah kampung sunyi di Jawa Tengah sana,kurang lebih seminggu sebelum Idul Fitri tiba.Ah,Gramedia..engkau membuatku tak enak hati,hehehe..thanks.

Kembali ke laptop.Laptop pinjaman,kepunyaan Yanu,si anak Jombang yang kuliah di jurusan akuntansi UB(Universitas Brawijaya).Kembali lagi ke soal pameran.Ketika ketidakpedean kembali menghinggap pagi ini,waktu sudah menginjak pukul setengah delapan barangkali.Mentari mulai naik.Ah,terik mulai terasa.Ini hari Senin,dan upacara bendera baru di SMA 4 di belakangku baru saja dimulai sekitar seperempat jam yang lalu.Hm,berarti aku harus beranjak dulu,kawan.Nanti atau besok akan kulanjutkan lagi tulisan ini.Aku ada acara di depan kantor redaksi Malang Post,Jl.Sriwijaya no.1.Acara apa gerangan?Ada deh,hehehe...
*****
Aku baru saja usai melontarkan diri ke dunia senyap yang sudah lama tak kusapa.Kembaraku meniti tikungan dan tanjakan,setelah aroma rem kereta berlalu.Tak sampai puncak,kembali aku meniti 'jalur setan' yang dulu aku titi dari arah yang berlawanan.Bak ujung magnet negatif positif,sekarang kubalik menjadi positif negatif...

Barangkali aku bisa menjadikan paragraf di atas menjadi sebuah cerpen yang utuh di lain hari.Mengapa tak sekarang saja?Ah,aku lelah,kawan.Tahukah engkau?Sekarang hari sudah mulai gelap,aku berada sekitar seratus meter ke arah timur dari tempatku duduk tadi pagi.Adzan Maghrib baru saja mengalunkan baitnya yang terakhir.Sudah sepuluh menit aku duduk di sini,trotoar depan Bank Panin,tak hirau klakson angkot ADL,MM,dan entah apalagi yang mengharapkan sekedar duaribu tigaratus rupiah dari kantong celanaku.Barangkali ada juga angkot ABC,XYZ,PQR,aku tak hirau semuanya itu.Disini,aku sedang kembali berusaha melepas senyapku,membuang keterasingan yang aku peluk sejak pagi tadi.Puhh!Sudah sedikit lega rasanya.

Akhir-akhir ini aku sedang berusaha menata kembali catatan-catatan yang tercecer,beusaha menyelesaikan cerpen-cerpen yang tak usai kubuat,entah aku menuliskannya sebulan,tiga bulan,atau setahun yang lampau.Mencoba membuat mereka menjadi utuh,tak sekedar mandhek di kepala,leher,atau lutut,tetapi juga selesai sampai ujung tumit serta jari-jemati tangan dan kaki mereka.Tapi,arghh..entah mengapa belakangan ini aku merasa begitu enggan meski sudah berulang kali memaksa diriku sendiri.Kemana gairah ber-cerpen ria yang membara beberapa bulan yang lalu itu?Mengapa hasrat itu seolah menggantung jauh di atas langit sana?Tanganku tlah lelah menggapai,tubuhku tlah letih meloncat,tak jua aku meraihnya.Sial.
Ketika aku menggurat pena di secarik kertas ini,aku berusaha untuk menanamkan komitmen pada diri ini,bahwa paling tidak sebuah cerpen harus selesai sebelum hari H itu tiba.Aku akan melawan ketidakpede-an itu,membuang jauh rasa minder itu,mendepak ragu-ragu dalam melakukan sesuatau yang merupakan sebuah hal yang baru.Semoga.
*****
Sekarang tanggal tiga Maret.Kembali aku duduk di bangku taman alu-alun bundar depan tugu balaikota.Ribuan teratai menyapa dari kolam,kecipak air dengan beberapa ekor mujair yang berkejaran di sela dedaunannya pun menyambutku riang.Belum ada jam enam pagi.

Seoang gelandangan yang sering aku lihat di sini,tampak masih tertidur pulas di seberang pagar kolam sana.Ah,betapa dia tanpa beban.Bebas.Lepas.Tak pernah berpikir akan omelan majikan,tak pernah pusing akan intrik di tempat kerja,tak pernah risau urusan beras di rumah.Oh..dia menggeliat,kemudian duduk,bengong sejenak.Apa yang sedang dia pikirkan?Hm,kembali ia rebah di bangku semen yang bentuk dan ukurannya sama dengan tempatku duduk.Ops!Dalam sekejap,aku meralat pandanganku tentangnya.Tak benar bahwa gelandangan itu bebas lepas tanpa masalah.Jelas-jelas ia manusia,jelas-jelas pula ia memiliki problem,hanya mungkin berbeda dengan problem orang kebanyakan.Sorot mata cekung lelaki muda itu tak bisa berbohong.Ada kedukaan dan keletihan di sana.Juga ada keruwetan hidup jelas membayang.Hm,barangkali kalau aku terus mengamati dan menulis tentang seseorang yang tidak benar-benar tidur ini,akan jadilah sebuah cerpen tentang seorang lelaki muda yang sebaya denganku,berbaju biru lengan panjang,bercelana jeans coklat,bersandal jepit.Ya,barangkali akan lahir sebuah cerita sepanjang duaribu atau tigaribu karakter keyboard komputer.

Akan tetapi,aku benar-benar sedang tidak berniat membuat cerpen pagi ini.Meski satu jam yang lalu aku membuka Friendster,ada si C 66 yang kembali menanyakan cerpenku.Katanya si Habib sudah siap untuk berlatih memonologkannya.Hah?Secepat itukah?Sejenak gugup menghampiriku.Kubalas si C 66,"Oke,aku ketik nanti malam,besok aku ke kedai Sinau".Ops!Ketika aku berlalu dari pintu warnet dekat rumah sakit,aku langsung berubah pikiran.Mengapa tak kuketik pagi ini saja?Pertanyaannya,cerpen yang mana? Yang pernah aku kirim ke majalah Bobo?Yang pernah kukirimkan ke Mata Baca,Jawapos,atau Kompas?Tidak.Aku ingin cerpen yang baru,gress!Cerpen yang belum pernah aku layangkan ke manapun.Cerpen yang belum pernah aku publikasikan pada siapapaun.Tapi mengapa ketika pameran itu kian dekat,aku tak jua menyelesaikan satu cerpen pun.Apakah aku harus ingkar pada komitmen awalku?Tolonglah aku,kawan.
Malang,2 dan 3 Maret 09

Jumat, 27 Februari 2009

Kenapa?

Ya... Kenapa? Kenapa mesti begini? Kenapa mesti begitu? Kenapa saya bisa hidup? Kenapa saya diberi hidup yang serba membingungkan? Kenapa saya harus menjalani hidup seperti ini? Kenapa setiap orang selalu bilang kalau hidup ini adalah sebuah anugrah? Kenapa saya baru sadar dan mulai mempertanyakan tentang kehidupan? Kenapa saya terus mengeluh? Kenapa saya merasa terasing? Kenapa saya melarikan diri dari kenyataan? kenapa surga dan neraka itu ada? Kenapa ada tuhan? Kenapa saya harus mengalami pengulangan yang membosankan? Kenapa saya saya harus bertahan? Kenapa saya ditinggal oleh seseorang yang teramat saya sayangi? Kenapa tuhan tidak segera saja menghentikan hidup saya? dan Kenapa saya terus bertanya : KENAPA?





*AntibioticOverdose
03:36 After Drunk @ Dinoyo Net
Capuccino & Sebungkus Tali Jagat Filter
2:21 Bring Me the Horizon - Tell Slater Not To Wash His Dick
visit at my blog : www.antibioticoverdose.blogspot.com

Minggu, 15 Februari 2009

Let's get drunk, mari berkawan, mari berkarya! Hail to Zombies...

*antibioticoverdose
02:55

Kontemplasi kebingungan, Kejenuhan dan Penyesalan...

"Ah... mengapa dahulu? Ya. Dahulu ketika sesuatu dalam diri menjelma semacam musuh. Mengapa tak kusiapkan sebilah pedang sebagai bekal melawan musuh?" (Majalah ON/OFF - lupa edisi berapa?!)
Semuanya tinggal penyesalan saja, mengapa kita selalu menyesal? Anjing. Kenapa penyesalan tidak sedari awal kita sadari? Enuff... Sudah siapkah kita menjalani kehidupan yang tidak biasa ini? Lahir dengan banyak musuh, mengelilingi galaksi kesadaran kita. Siapakah musuh ini? akankah berujud atau sekedar imaji paranoid? Apakah kita harus memepetisi sang Khalik?
Apa bekal kita melawan musuh itu? sebilah pedang hanyalah kiasan saja kawan. Coba renungkan kembali siapakah musuh kita ini,senjata apakah yang harus kita persiapkan untuk menghadapi musuh ini?
Mulai mabuk-kah kita? Bingung? Terlalu sibuk dengan citacita, harapan? Blah... Cukup sudah kita terbengongbengong, ayo hadapi kenyataan pahit ini.






*antibioticoverdose
02:37 Dinoyo Net.
Tali Jagat, GoodDay Moca
Janis Joplin - The Typewriter 1964

Kamis, 29 Januari 2009

Kita Dan Imperialisme Lingkungan

Usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan ini ada yang bersifat individual atau hanya untuk kepentingan pribadi ada pula yang bersifat komunal atau demi kepentingan bersama atau masyarakat.Sayangnya,usaha yang bersifat individual kerapkali menghalalkan segala cara tanpa memikirkan lingkungan sekitarnya.Sikap egois manusia yang tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhan pribadi ini mengganggu keseimbangan antara manusia dengan alam,yang mana intensitas ketergangguan itu semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Manipulasi terhadap lingkungan dapat kita lihat misalnya pada rekayasa genetika melalui bioteknologi yang bertujuan mempercepat munculnya jenis-jenis tumbuhan baru di bidang pertanian yang menggunakan zat-zat kimia dalam prosesnya.Padahal.kodrat alam telah menentukan siklus kelahiran,pertumbuhan,perkembangan,dan kematian pada tanaman dan hewan.Manusia seolah menjadi 'Tuhan baru' bagi lingkungan alamnya,yang menentukan kapan lingkungan itu baik,kapan linkungan itu akan dihancurkan.

Akibat dari ketidak sabaran manusia dalam menunggu proses alami tersebut mengakibatkan dikorbankannya moralitas demi penemuan-penemuan teknologi yang dalam halini digerakkkan oleh imperium kapitalisme atau perusahaan-perusahaan multinasional yang berkibat munculnya monopoli teknologi oleh mereka.Monopoli ini sangat riskan diterapkan terutama di negara-negara berkembang karena berlawanan dengan teknologi tradisional yang telah dikembangkan masyarakat setempat sejak dulu kala.

Semuanya itu bermuara pada keserakahan pasar bebas dan globalisasi yang digerakkkan oleh lembaga-lembaga finansial dan perusahaaan multinasional yang memaksa negara-negara berkembang agar menyetujui dan menerima apapun yang mereka lakukan.Maka,budaya masyaralat,keadilan sosial,moralitas,serta kearifan lokal kana dikorbankan.Negara-negara berkembang seolah tak berdaya di hadapan mereka,bahkan kemudian tak beda jauh seperti boneka dengan memberi proteksi terhadap ekspoitasi sumber daya alam(SDA)yang dilakukan dengan membabi buta itu.

Contoh bioteknologi seperti disebutkan di atas yaitu rekayasa genetika hanya untuk menghasilkan keturunan yang tak direncanakan oleh alam untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan,melainkan hanya dirancang untuk meraih keuntungan besar semata meski cara-cara yang dilakukan melawan alam dan kehidupan itu sendiri.

Dampak yang terjadi pun berimbas pada manusia.Kelompok lingkungan GRAIN mencatat berbagai kasus terjadi akaibat manusia mengkonsumsi produk bioteknologi berupa tanaman pertanian transgenik yang tadinya dinyatakan aman,ternyata menimbulkan masalah kesehatan yang serius,misalnya leukimia.Sementara Greenpeace mealaporkan bahwa ujicoba tanaman transgenik di 18 negara membawa sifat alergi yang membahayakan jika dimakan oleh mereka yang tubuhnya peka terhadap zat-zat kimia.

Rissler dan Mellon,pakar kesehatan dari USA,menyatakan bahwa ada empat kemungkinan resiko akibat mengkonsumsi tanaman transgenik:
1.Tanaman transgenik dapat berubah menjadi gulma yang akan membanjiri lahan dan ekosistem sekelilingnya.
2.Tanaman ini menjadi perantara perpindahan gen-gen baru dalam tanaman liar,dampaknya pada ekosistem sangat merugikan.
3.Menyebarnya virus yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit baru.
4.Masuknya zat-zat beracun yang membawa resiko kesehatan tak hanya bagi manusia,tetapi juga pada makhluk-makhluk lin seperti burung-burung yang berkeliaran di lahan-lahan pertanian.
Seharusnya negara-negara berkembang seperti Indonesia harus berhati-hati dalam menerima bioteknologi dari negara-negara maju dan perushaaan-perusahaan multinasional,sebab akibatnya terlalu merugikan.Padahal hal tersebut hanyalah sebuah bentuk baru imperialisme yang ditujukan untuk memperebutkan pasar di negara-negara berkembang,tanpa mempedulikan akibat yang diderita.

Di sisi lain,bioteknologi yang dibawa tersebut bersifat reduksionis atau memisahkan antara manusia dengan alam,sehingga berakibat pada hancurnya keseimbangan antara keduanya.Sudah saatnya kita menerapkan aturan-aturan tegas demi tetap terjaganya kondisi yang ideal.Sebab,sebelum negara ada,sebelum pemerintah ada,sebelum imperilaisme lingkungan beserta segala tetek bengeknya ada,masyarakat lokal,masyarakat adat telah memiliki kebijakan-kebijakan dalam mengatur keseimbangan antara mereka dengan alam sekitarnya.Sejatinya,merekalah yang lebih mengetahui bagaimana mengelola itu semua secara arif dan proporsional.Jangan biarkan alam dan manusia terus menerus dikorbankan hanya demi keuntungan sesaat yang diburu oleh segelintir orang.(*bamz)

(Diresensi dari buku Ancaman Globalisasi dan Imperialisme Lingkungan,Hira Jhamtani,INSIST Press Yogyakarta)

Selasa, 23 Desember 2008

Anarkisme : Paham Yang Tak Pernah Padam

Selama ini, mendengar kata Anarkisme disebut, banyak orang segera merasa gelisah dan cemas, terbayang suatu kelompok manusia bringas yang siap menebarkan keonaran, kekacauan, kehancuran dan malapetaka. Meskipun pada umumnya orang hanya secara intuitif, tanpa tidak pernah mencoba menggali lebih seksama tentang apa yang disebut sebgai pandangan Anarkis tersebut, Namun istilah anarki sendiri sudah terlanjur menimbulkan kemarahan dan terlanjur secara luas disimpulkan bahwa anarkisme adalah sebagai suatu paham yang menakutkan karena jahat. Orangpun tanpa berpikir panjang percaya bahwa Anarkisme adalah negatif dan berbahaya, titik. Pendek kata, dalam memandang anarkisme, tidak hanya apparatus negara, bahkan masyarakat akademia, bersepakat bahwa Anarkisme adalah musuh umat manusia. Dengan demikian keyakinan yang mendominasi pemikiran masyarakat luas adalah bahwa “anarkisme” tidak lebih dari penyakit sosial yang bertentangan dengan segala norma sosial yang baik dan pantaslah jika anarkisme dianggap musuh masyarakat. leh karena itu dianggap wajar juga untuk menganjurkan untuk memberantas Anarkisme sampai keakar-akarnya. Anjuran untuk senantiasa waspada terhadap segala bentuk anarki saat ini telah menjadi hampir kesepakatan sosial. Pendek kata, Anarkisme perlu di amputasi atau dilenyapkan, untuk selamanya.

Lantas mengapa Anarkisme menjadi paham yang sangat ditakuti sehingga perlu dibrantas habis? Jangan-jangan letak persoalannya hanya karena kita tidak paham betul apa sebenarnya yang menjadi cita cita Anarkisme. Lebih ironis lagi, jangan-jangan secara diam-diam kita, anda dan saya tanpa menyadari, juga dalam beberapa hal bersimpati bahkan untuk banyak hal berbagi keyakinan dengan anarkisme Atas alasan itu semua, perlunya untuk memperdebatkan, merenungkan dan mempertimbangkan anarkisme sehingga akan melahirkan sikap kritis masyarakat sebagai alternatif dari sikap apriori menerima maupun apriori menolak, ataupun membenci secara membabi buta ataupun sikap secara taklid buta untuk menerima atau menolak tanpa suatu kesadaran mengapa dan untuk apa. Oleh karena itu lahirnya sikap dan kesadaran kritis yang didorong oleh suatu keterbukaan, dialog kritis adalah sesuatu yang yang harus difasilitasi oleh karena tema yang umumnya dianggap tabu untuk dibicarakan, bahkan tidak layak untuk diapresiasi, justru yang seharusnya perlu diapresiasi dan yang pertama tama perlu diacungkan jempol.

Lantas, apa sebenarnya dan mengapa Anarkisme begitu kontroversial? Anarkisme sebagai suatu paham atau pendirian filosofis maupun politik yang percaya bahwa manusia sebagai anggota masyarakat akan membawa pada manfat yang terbaik bagi semua jika tanpa diperintah maupun otoritas, boleh jadi merupakan suatu keniscayaan. Pandangan dan pemikiran anarkis yang demikian itu pada dasarnya menyuarakan suatu keyakinan bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan juga tidaklah ssuatu keyakinan yang sangat salah. Lalu dari mana datangnya persepsi bahwa anarkisme berarti mendorong pada kehancuran dan keberantakan? Padahal sangat jelas dari pengertian diatas sesungguhnya Anarkisme tidak identik dengan keyakinan pecinta kehancuran. Bahkan tidak ada indikasi bahwa anarkisme serta merta merupakan cita acita yang menjurus kearah kekacauan ataupun kehanacuraan dan keberantakan. Namun yang jelas memang anarkisme merupakan suatu pemikiran yang mendambakan suatu “orde” yang bersifat spontan. Mereka umumnya menolak segala prinsip otoritas politik, pada saat yang sama sangat percaya bahwa keteraturan sosial niscaya terwujud justru jikalau tanpa otoritas politik. Secara sepintas dapat dilihat, bahwa musuh gerakan anarki adalah segala bentuk otoritas, maupun segala bentuk simbol otoritas, dan bentuk otoritas yang bagi kaum anarkis sangat jelas adalah otoritas yang dimiliki oleh negara moderen. Itulah sebabnya bagi kaum anarkis, negara dipandang memonopoli otoritas kekuasaan yang perlu dibatasi, misalnya seperti kekuasaan territorial yang mereka miliki, kekuasaan yuridiksi atas rakyat termasuk kekuasaan menguasai kekayaan sumber daya didalam wilayah yang mereka kuasai. Kekuasaan negara juga muncul dalam bentuk pemanfaatan sistim hukum positive yang eksistensinya serta merta menundukkan dan menyingkirkan semua bentuk hukum yang “dianggap negatif”, seperti hukum adat dan banyak hukum lainnya. Dan akhirnya gagasan bangsa sebagai suatu bentuk puncak dari politisasi masyarakat juga menghancurkan segala bentuk kelompok kelompok masyarakat. Semua otoritas tersebut dipelihara melalui monopoli penguasaan alat alat pertahanan dan keamanan, bahkan negara memonopoli cara untuk menundukkan rakyat. Sebaliknya anarkisme memang mengidamkan suatu visi social tentang “masyarakat alami” yakni suatu masyarakat swakelola yang mandiri dari para invidual yang secara swadaya membentuknya. Anarkisme bahkan menjadi sikap politik bahwa pemerintahan selain tidak perlu juga destruktif. Ini memang sesuai dengan makna harfiah Anarki, yang konon asal katanya memang berakar dari kata Yunani yang artinya kurang lebih “tanpa aturan atau without a rule”, dan memang dalam perkembangannya telah digunakan.

Apa sebenarnya pandangan, visi dan pendirian filosofis kaum anarkis? Anarkisme mengambil berbagai bentuk dan spektrum, yakni dari Anarkisme aliran kiri dan eskrim kiri, maupun anarkisme aliran kanan bahkan sampai anarkisme ekstrem kanan yang berwatak individualistik. Meskipun anarkisme kelihatannya berakar pada paham kebebasan individual yang liberal, namun lokasi konflik pahamnya justru pada pada titik yang terletak antara negara dan masyarakat. Meskipun terdapat berbagai aliran pemikiran kaum narkisme dalam berpendirian terhadap lokasi konflik negara-masyarakat tersebut. Namun pendirian pendirian mereka sesungguhnya secara sederhana dapat dikatagorikan kedalam Anarki individualistik dan anarki sosialistik. Anarki Individualistik berangkat dari cita cita kebabasan individual, serta berpangkal juga dari kedaulatan individual atas pemilikan harta dan kekayaan pribadi, serta pemilikan privat. Dengan demikian arah anarki individualis ini adalah suatu bentuk dari anarki kapitalisme. Sementara anarki kiri yang berwatak sosialistik justru berangkat dari penolakan kekayaan pribadi dan negara yang menurut mereka sebagai sumber penyebab dari ketidakadilan sosial. Golongan anarki ini justru berpendirian perlunya pembatasan kekuasaan dan keperkasaan negara atas individu dalam kelompok kelompok masyarakat. Pendek kata paham ini adalah perkawinan antara paham bercorak liberalistik dan sosialisme. Itulah mereka juga disebut sebagai Sosialisme Libertarian.

Kalau kita telaah perkembangan pemikiran dan gerakannya, Anarkisme sudah lama sekali berkembang dan pemikiran tersebut masing berkembang hingga saat ini dengan nama, gaya dan bentuk yang berbeda-beda. Meskipun sudah lama berkembang, misalnya William Godwin (1756-1836) telah melontarkan gagasan yang diduga menjadi inspirasi paham Kooperasi sosialis model Owen, namun membincangkan paham anarkisme tidak dapat melupakan bagitu saja tokoh pemikir Proudhon yang pada dasarnyaa mengadaaopsi gagaan koperasi sosialis. Dia melihat bahka kekuasaan negara dan kekuasaan Modal adalah sinonim, sehingga mustahil baginya menggunakan negara untuk memperjuangan kaum proletar. Belakangan Bakunin melanjutkan gagasan tersebut, bedanya Bakunin menempuh jalan pengambilalihan secara revolusioner dan kekerasan untuk membangun kolektivisme. Peter Kropotkin salah seorang pengikutnya Bakunin melanjutkan gagasan tersebut secara lebih komunistik, yakni dengan menganjurkan gagasan “segala sesuatu milik setiap orang, dan pembagian didasarkan pada kebutuhan tertentu masing-masing.

Perkembangan praktek anarkisme demikian juga penentangnya dimana mana dan para buruhpun mulai mengadopsinya yang melahirkan suatu sempalan baru yang dikenal dengan “Anarcho-Syndicalism”, atau Revolutionary Syndicalism. Mulai dari pikiran bahwa fungsi serikat buruh yang secara tradisional memperjuangkan kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja dianggap sudah lagi tidak memadai. Serikat buruh harus menjadi organisasi militan untuk menghancurkan Kapitalisme dan negara. Buruh harus ambil alih pabrik-pabrik dan dikuasai. Dengan demikian, serikat buruh juga dituntut mampu untuk menjadi pengelola manajemen pada saat pasca revolusi. Pendek kata bagi mereka serikat buruh pada dasarnya berfungsi sebagai badan perlawanan, namun pada era pasca revolusi serikat buruh harus juga berfungsi dalam administrasi menjemen untuk mengelola industri. Untuk menjaga stamina militansi, suasana lingkungan perlu secara terus menerus dikembangkan untuk itu. Mereka, para anarki sindikalis dimasa lalu sangat percaya bahwa suatu aksi perlawanan yang massif akan mampu melumpuhkan negara dan bahkan sistim kapitalisme.

Bagaimana gerakan anarki saat ini dan masa mendatang? Saat ini sesungguhnya gerakan anarkisme tengah mengalami kemunduran. Kecuali di Spanyol gerakan anaki dihancurkan dimana-mana. Meskipun dua tokoh Anarki besar seperti Bakunin dan Kropotkin berasal dari Rusia, namun gerakan itu disana justru dikerdilkan oleh rezim totaliter disana maupun idenya dikooptasi oleh Partai Sosialia Revolusioner Narodniki.

Sementara ditempat lain dimasa lalu gerakan Anarkisme pernah mengalami kejayaannya. Contohnya, gerakan perlawanan sosio kultural yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi dianggap sebagai realitas dari pengaruh Anarkisme di Asia. Gandhi berhasil mengembangkan gerakan resistensi dan pembangkangan social yang bersifat anti-kekerasan di Afrika Selatan dan India. Orang percaya bahwa Gandhi banyak membaca pikiran Anarkis seperti Leo Tolstoy dan Thoreau maupun Kropotkin. Meskipun impian Gndhi tentang suatu masyarakat komunal berbasis desa swadaya belum pernah terwujud, tetapi pemikirannya dilanjutkan orang orang sepahamnya dengan mengembangkan gerakan Sardovaya yang dipimpin oleh Vinoba Bhave Jaya Prakash Narayan yang mengembangkan gerakan pemilikan tanah secara kolektif yang dikenal dengan gramdan, dimana pada tahun 60-an menjadi gerakan yang mendapat sambutan secara luas di India.

Di Barat Anarkisme memang menjadi daya tarik kaum intelek. Anarkisme dianggap menjadi pendorong gerakan Civil rights di Amerika akhir tahun 1950-an, dimana warga kulit hitam Amerika melakukan resistensi terhadap ketidakadilan yang dilegalisir dalam konstitusi dengan menggunakan gerakan moral. Gerakan itulah yang dianggap sebagai picu gerakan social selanjutnya, dimana gerakan sosial makin meluas dan meruncing, tidak hanya terbatas sebagai gerakan civil rights tapi telah berkembang menjadi gerakan umum menentang struktur elitisme dan gerakan kritik terhadap gaya hidup materialisme masyarakat industri baik di negara negara Kapitalis maupun negara Komunis. Gerakan itu terus berlangsung hingga tahun tahun 1960-an dan 1970-an. Anarkisme dengan demikian telah menjadi identik dengan gerakan “counter culture” atau budaya tanding yang sangat popular dikalangan anak muda dan Mahasiswa dan kelompok kiri secara umum di Amerika dan Eropa serta Jepang. Namun watak anarkisme generasi ini memang lebih merupakan pemberontakan budaya ketimbang suatu hal yang berwatak ideologis.

Pendirian akan penolakan kaum anarki terhadap negara, serta desakan untuk desentalisasi dan otonomi lokal, sangat gaung kuat terhadap mereka yang bercita cita menegakkan demokrasai participatory. Jika gerakan sosial ditahun 60-an memendam semangat “buruh menguasai industri” maka kelihatannya pikiran Anarcho-Syndicalisme masih hidup. Tetapi Anarkisme generasi tahun 60-an dan 70-an memprakarsai suatu perlawanan masif dan berskala global melalui aksi langsung dengan membentuk parlemen jalanan mempunyai agenda yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Gerakan anarkisme era tersebut menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa mereka menerima warisan pemikiran Bakunin tentang “pan-destructionisme” dimana mereka percaya bahwa sistim masyarakat yang ada saat itu sudah sangat rusak, korup dan munafik sehingga sudah tidak layak lagi untuk diperbaiki dan harus dibersihkan secara total.

Dari perbincangan ini, kita dapat memahami ternyata paham anarkisme tidak sesederhana yang selama ini diprsepsikan oleh banyak orang. Anarkisme juga memiliki anatomi dan bentuk gerakan yang bermacam macam. Menganggap tungal terhadap anarkisme yang sebenarnya beragam tersebut dapat memunculkan suatu kesalahpahaman yang tidak perlu. Karena memang paham anarkisme dalam perkembangannya pernah menjadi pendorong terhadap perubahan sosial menuju suatu masyarakat bebas dari otoritarianisme menuju pada suatu masyarakat egaliter, tanpa dominasi dan demokratis. Bahkan paham Anarkisme telah menjadi inspirasi terhadap lahirnya banyak karya sastra tentang kemanusiaan yang sangat berbudaya. Misalnya saja kritik Ivan Illich terhadap “sekolah” di awal tahun 70-an merupakan salah satu karya seorang anarkis yang memberi isnpirasi bagi berbagai upaya pembaharuan pemikiran dan metodologi pendidikan. Pendek kata sudah lama masyarakat luas menjadi semakin manusiawi dan beradab, justru karena inspirasi dari para pemikir anarkis.

Bagaimana masa depan Anarkisme? Pada saat ini rakyat secara global mnghadapi tantangan besar akibat dari menguatnya paham Neo-Liberalsime. Indikasi menguatnya paham ini telah mendorong tata ekonomi, politik, sosial dan budaya kedalam suatu zaman yang dikenal dengan era Globalisasi. Globalisasi yang merupakan suatu formasi sosial untuk pengintegrasian ekonomi nasional bangsa bangsa kedalam suatu sistim ekonomi Kapitalisme global, juga telah memincu munculnya gerakan anarkisme baru diawal abad ini. Proses Globalisasi yang memaksakan pembentukan sistim, tata relasi dunia baru ini membawa akibat semakin menguatnya institusi modal dan Negara-negara Kapitalis melalui WTO dan Lembaga Keuangan Internasional terdapat indicator telah membangkitkan semngat anarkisme lagi. Berbagai perlawanan rakyat secara global diberbagai tempat menentang WTO dan Bank Dunia menjadi saksi dari kebangkitan gerakan anarkisme lagi yang secara global dikenal yakni The World Bank dan International Monetary Fund (IMF). IMF inilah organisasi yang paling dianggap berkuasa di abad 20.

Justru pada era globalisasi inilah terdapat suatu gejala lahirnya kembali gerakan anarkisme global yang selama ini tidak banyak kedengaran. Globalisasi justru seakan membangunkan kaum anarkis dari tidur, atau paling tidak membangunkan gerakan sosial yang mendapat inspirasi dari kaum anarkis secara global, seperti gerakan anti WTO, gerakan anti Hutang seolah meneruskan gerakan Hijau, gerakan feminisme, gerakan masyarakat Adat ataupun gerakan rakyat kaum miskin kota dan sebagainya. Gerakan rakyat menentang pembangunan Dam dibeberapa tempat di Asia, seperti gerakan anti proyek pembangunan Dam Narmada di India tahun 1980-an, pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari “New Social Movement” yang mendapat inspirasi dari pikiran anarkisme. Pada tahun 1992, gerakan untuk menyelamatkan Narmada ini berhasil mendesak Bank Dunia untuk mencabut dukungannya terhadap proyek tersebut. Gerakan yang “mewarisi sikap Kritis dan semangat anarkisme Mahatma Gandhi” ini adalah merupakan gerakan sosial yang menantang watak otoritarian kekuasaan negara dan sikap ekstraktif dari proses ekonomi yang dominan. Gerakan anarkisme yang dalam era itu juga disebut sebgai “New Social Movement” tumbuh dimana mana, dalam skala lokal, nasional, bahkan global.

Saat ini, sekali lagi kita menyaksikan suatu gerakan “koalisi global menentang WTO dan gerakan “Anti Hutang” Jubilee 2000, serta berbagai koalisi global menentang Bank Dunia, yang ditunjukkan dengan turunnya kembali kaum muda di jalan jalan kota-kota besar dunia setiap diselenggarakan pertemuan Globalisasi adalah fenomena resistensi sosial yang mengingatkan bangkitnya kembali gerakan anarkis atau bahkan terjaganya dari tidur panjang watak anarkis dari gerakan sosial. Gelombang sentimen untuk menentang watak dominasi Neo Liberalisme dan rezim Globalisasi yang mendunia saat ini, bukankah fenomena yang merupakan indikasi lahirnya kembali anarkisme. Masih banyak kasus yang saat ini tidak terungkap, bagaimana gerakan masyarakat di tingkat akar rumput melakukan resistensi terhadap Globalisasi yang pada dasarnya memiliki watak sebagai reinkarnasi pemikiran anarkisme. Misalnya saja gerakan para aktivis untuk membela para petani dari invasi budaya modernisasi pertanian revolusi hijau serta gerakan sosial untuk reformasi agraria dan hak hak petani (peasant rights) di Indonesia saat ini, apakah tidak dapat secara luas dianggap sebagai bangkitnya kembali falsafah anarkisme?.

(Mansour Fakih)