Selasa, 23 Desember 2008

Anarkisme : Paham Yang Tak Pernah Padam

Selama ini, mendengar kata Anarkisme disebut, banyak orang segera merasa gelisah dan cemas, terbayang suatu kelompok manusia bringas yang siap menebarkan keonaran, kekacauan, kehancuran dan malapetaka. Meskipun pada umumnya orang hanya secara intuitif, tanpa tidak pernah mencoba menggali lebih seksama tentang apa yang disebut sebgai pandangan Anarkis tersebut, Namun istilah anarki sendiri sudah terlanjur menimbulkan kemarahan dan terlanjur secara luas disimpulkan bahwa anarkisme adalah sebagai suatu paham yang menakutkan karena jahat. Orangpun tanpa berpikir panjang percaya bahwa Anarkisme adalah negatif dan berbahaya, titik. Pendek kata, dalam memandang anarkisme, tidak hanya apparatus negara, bahkan masyarakat akademia, bersepakat bahwa Anarkisme adalah musuh umat manusia. Dengan demikian keyakinan yang mendominasi pemikiran masyarakat luas adalah bahwa “anarkisme” tidak lebih dari penyakit sosial yang bertentangan dengan segala norma sosial yang baik dan pantaslah jika anarkisme dianggap musuh masyarakat. leh karena itu dianggap wajar juga untuk menganjurkan untuk memberantas Anarkisme sampai keakar-akarnya. Anjuran untuk senantiasa waspada terhadap segala bentuk anarki saat ini telah menjadi hampir kesepakatan sosial. Pendek kata, Anarkisme perlu di amputasi atau dilenyapkan, untuk selamanya.

Lantas mengapa Anarkisme menjadi paham yang sangat ditakuti sehingga perlu dibrantas habis? Jangan-jangan letak persoalannya hanya karena kita tidak paham betul apa sebenarnya yang menjadi cita cita Anarkisme. Lebih ironis lagi, jangan-jangan secara diam-diam kita, anda dan saya tanpa menyadari, juga dalam beberapa hal bersimpati bahkan untuk banyak hal berbagi keyakinan dengan anarkisme Atas alasan itu semua, perlunya untuk memperdebatkan, merenungkan dan mempertimbangkan anarkisme sehingga akan melahirkan sikap kritis masyarakat sebagai alternatif dari sikap apriori menerima maupun apriori menolak, ataupun membenci secara membabi buta ataupun sikap secara taklid buta untuk menerima atau menolak tanpa suatu kesadaran mengapa dan untuk apa. Oleh karena itu lahirnya sikap dan kesadaran kritis yang didorong oleh suatu keterbukaan, dialog kritis adalah sesuatu yang yang harus difasilitasi oleh karena tema yang umumnya dianggap tabu untuk dibicarakan, bahkan tidak layak untuk diapresiasi, justru yang seharusnya perlu diapresiasi dan yang pertama tama perlu diacungkan jempol.

Lantas, apa sebenarnya dan mengapa Anarkisme begitu kontroversial? Anarkisme sebagai suatu paham atau pendirian filosofis maupun politik yang percaya bahwa manusia sebagai anggota masyarakat akan membawa pada manfat yang terbaik bagi semua jika tanpa diperintah maupun otoritas, boleh jadi merupakan suatu keniscayaan. Pandangan dan pemikiran anarkis yang demikian itu pada dasarnya menyuarakan suatu keyakinan bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan juga tidaklah ssuatu keyakinan yang sangat salah. Lalu dari mana datangnya persepsi bahwa anarkisme berarti mendorong pada kehancuran dan keberantakan? Padahal sangat jelas dari pengertian diatas sesungguhnya Anarkisme tidak identik dengan keyakinan pecinta kehancuran. Bahkan tidak ada indikasi bahwa anarkisme serta merta merupakan cita acita yang menjurus kearah kekacauan ataupun kehanacuraan dan keberantakan. Namun yang jelas memang anarkisme merupakan suatu pemikiran yang mendambakan suatu “orde” yang bersifat spontan. Mereka umumnya menolak segala prinsip otoritas politik, pada saat yang sama sangat percaya bahwa keteraturan sosial niscaya terwujud justru jikalau tanpa otoritas politik. Secara sepintas dapat dilihat, bahwa musuh gerakan anarki adalah segala bentuk otoritas, maupun segala bentuk simbol otoritas, dan bentuk otoritas yang bagi kaum anarkis sangat jelas adalah otoritas yang dimiliki oleh negara moderen. Itulah sebabnya bagi kaum anarkis, negara dipandang memonopoli otoritas kekuasaan yang perlu dibatasi, misalnya seperti kekuasaan territorial yang mereka miliki, kekuasaan yuridiksi atas rakyat termasuk kekuasaan menguasai kekayaan sumber daya didalam wilayah yang mereka kuasai. Kekuasaan negara juga muncul dalam bentuk pemanfaatan sistim hukum positive yang eksistensinya serta merta menundukkan dan menyingkirkan semua bentuk hukum yang “dianggap negatif”, seperti hukum adat dan banyak hukum lainnya. Dan akhirnya gagasan bangsa sebagai suatu bentuk puncak dari politisasi masyarakat juga menghancurkan segala bentuk kelompok kelompok masyarakat. Semua otoritas tersebut dipelihara melalui monopoli penguasaan alat alat pertahanan dan keamanan, bahkan negara memonopoli cara untuk menundukkan rakyat. Sebaliknya anarkisme memang mengidamkan suatu visi social tentang “masyarakat alami” yakni suatu masyarakat swakelola yang mandiri dari para invidual yang secara swadaya membentuknya. Anarkisme bahkan menjadi sikap politik bahwa pemerintahan selain tidak perlu juga destruktif. Ini memang sesuai dengan makna harfiah Anarki, yang konon asal katanya memang berakar dari kata Yunani yang artinya kurang lebih “tanpa aturan atau without a rule”, dan memang dalam perkembangannya telah digunakan.

Apa sebenarnya pandangan, visi dan pendirian filosofis kaum anarkis? Anarkisme mengambil berbagai bentuk dan spektrum, yakni dari Anarkisme aliran kiri dan eskrim kiri, maupun anarkisme aliran kanan bahkan sampai anarkisme ekstrem kanan yang berwatak individualistik. Meskipun anarkisme kelihatannya berakar pada paham kebebasan individual yang liberal, namun lokasi konflik pahamnya justru pada pada titik yang terletak antara negara dan masyarakat. Meskipun terdapat berbagai aliran pemikiran kaum narkisme dalam berpendirian terhadap lokasi konflik negara-masyarakat tersebut. Namun pendirian pendirian mereka sesungguhnya secara sederhana dapat dikatagorikan kedalam Anarki individualistik dan anarki sosialistik. Anarki Individualistik berangkat dari cita cita kebabasan individual, serta berpangkal juga dari kedaulatan individual atas pemilikan harta dan kekayaan pribadi, serta pemilikan privat. Dengan demikian arah anarki individualis ini adalah suatu bentuk dari anarki kapitalisme. Sementara anarki kiri yang berwatak sosialistik justru berangkat dari penolakan kekayaan pribadi dan negara yang menurut mereka sebagai sumber penyebab dari ketidakadilan sosial. Golongan anarki ini justru berpendirian perlunya pembatasan kekuasaan dan keperkasaan negara atas individu dalam kelompok kelompok masyarakat. Pendek kata paham ini adalah perkawinan antara paham bercorak liberalistik dan sosialisme. Itulah mereka juga disebut sebagai Sosialisme Libertarian.

Kalau kita telaah perkembangan pemikiran dan gerakannya, Anarkisme sudah lama sekali berkembang dan pemikiran tersebut masing berkembang hingga saat ini dengan nama, gaya dan bentuk yang berbeda-beda. Meskipun sudah lama berkembang, misalnya William Godwin (1756-1836) telah melontarkan gagasan yang diduga menjadi inspirasi paham Kooperasi sosialis model Owen, namun membincangkan paham anarkisme tidak dapat melupakan bagitu saja tokoh pemikir Proudhon yang pada dasarnyaa mengadaaopsi gagaan koperasi sosialis. Dia melihat bahka kekuasaan negara dan kekuasaan Modal adalah sinonim, sehingga mustahil baginya menggunakan negara untuk memperjuangan kaum proletar. Belakangan Bakunin melanjutkan gagasan tersebut, bedanya Bakunin menempuh jalan pengambilalihan secara revolusioner dan kekerasan untuk membangun kolektivisme. Peter Kropotkin salah seorang pengikutnya Bakunin melanjutkan gagasan tersebut secara lebih komunistik, yakni dengan menganjurkan gagasan “segala sesuatu milik setiap orang, dan pembagian didasarkan pada kebutuhan tertentu masing-masing.

Perkembangan praktek anarkisme demikian juga penentangnya dimana mana dan para buruhpun mulai mengadopsinya yang melahirkan suatu sempalan baru yang dikenal dengan “Anarcho-Syndicalism”, atau Revolutionary Syndicalism. Mulai dari pikiran bahwa fungsi serikat buruh yang secara tradisional memperjuangkan kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja dianggap sudah lagi tidak memadai. Serikat buruh harus menjadi organisasi militan untuk menghancurkan Kapitalisme dan negara. Buruh harus ambil alih pabrik-pabrik dan dikuasai. Dengan demikian, serikat buruh juga dituntut mampu untuk menjadi pengelola manajemen pada saat pasca revolusi. Pendek kata bagi mereka serikat buruh pada dasarnya berfungsi sebagai badan perlawanan, namun pada era pasca revolusi serikat buruh harus juga berfungsi dalam administrasi menjemen untuk mengelola industri. Untuk menjaga stamina militansi, suasana lingkungan perlu secara terus menerus dikembangkan untuk itu. Mereka, para anarki sindikalis dimasa lalu sangat percaya bahwa suatu aksi perlawanan yang massif akan mampu melumpuhkan negara dan bahkan sistim kapitalisme.

Bagaimana gerakan anarki saat ini dan masa mendatang? Saat ini sesungguhnya gerakan anarkisme tengah mengalami kemunduran. Kecuali di Spanyol gerakan anaki dihancurkan dimana-mana. Meskipun dua tokoh Anarki besar seperti Bakunin dan Kropotkin berasal dari Rusia, namun gerakan itu disana justru dikerdilkan oleh rezim totaliter disana maupun idenya dikooptasi oleh Partai Sosialia Revolusioner Narodniki.

Sementara ditempat lain dimasa lalu gerakan Anarkisme pernah mengalami kejayaannya. Contohnya, gerakan perlawanan sosio kultural yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi dianggap sebagai realitas dari pengaruh Anarkisme di Asia. Gandhi berhasil mengembangkan gerakan resistensi dan pembangkangan social yang bersifat anti-kekerasan di Afrika Selatan dan India. Orang percaya bahwa Gandhi banyak membaca pikiran Anarkis seperti Leo Tolstoy dan Thoreau maupun Kropotkin. Meskipun impian Gndhi tentang suatu masyarakat komunal berbasis desa swadaya belum pernah terwujud, tetapi pemikirannya dilanjutkan orang orang sepahamnya dengan mengembangkan gerakan Sardovaya yang dipimpin oleh Vinoba Bhave Jaya Prakash Narayan yang mengembangkan gerakan pemilikan tanah secara kolektif yang dikenal dengan gramdan, dimana pada tahun 60-an menjadi gerakan yang mendapat sambutan secara luas di India.

Di Barat Anarkisme memang menjadi daya tarik kaum intelek. Anarkisme dianggap menjadi pendorong gerakan Civil rights di Amerika akhir tahun 1950-an, dimana warga kulit hitam Amerika melakukan resistensi terhadap ketidakadilan yang dilegalisir dalam konstitusi dengan menggunakan gerakan moral. Gerakan itulah yang dianggap sebagai picu gerakan social selanjutnya, dimana gerakan sosial makin meluas dan meruncing, tidak hanya terbatas sebagai gerakan civil rights tapi telah berkembang menjadi gerakan umum menentang struktur elitisme dan gerakan kritik terhadap gaya hidup materialisme masyarakat industri baik di negara negara Kapitalis maupun negara Komunis. Gerakan itu terus berlangsung hingga tahun tahun 1960-an dan 1970-an. Anarkisme dengan demikian telah menjadi identik dengan gerakan “counter culture” atau budaya tanding yang sangat popular dikalangan anak muda dan Mahasiswa dan kelompok kiri secara umum di Amerika dan Eropa serta Jepang. Namun watak anarkisme generasi ini memang lebih merupakan pemberontakan budaya ketimbang suatu hal yang berwatak ideologis.

Pendirian akan penolakan kaum anarki terhadap negara, serta desakan untuk desentalisasi dan otonomi lokal, sangat gaung kuat terhadap mereka yang bercita cita menegakkan demokrasai participatory. Jika gerakan sosial ditahun 60-an memendam semangat “buruh menguasai industri” maka kelihatannya pikiran Anarcho-Syndicalisme masih hidup. Tetapi Anarkisme generasi tahun 60-an dan 70-an memprakarsai suatu perlawanan masif dan berskala global melalui aksi langsung dengan membentuk parlemen jalanan mempunyai agenda yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Gerakan anarkisme era tersebut menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa mereka menerima warisan pemikiran Bakunin tentang “pan-destructionisme” dimana mereka percaya bahwa sistim masyarakat yang ada saat itu sudah sangat rusak, korup dan munafik sehingga sudah tidak layak lagi untuk diperbaiki dan harus dibersihkan secara total.

Dari perbincangan ini, kita dapat memahami ternyata paham anarkisme tidak sesederhana yang selama ini diprsepsikan oleh banyak orang. Anarkisme juga memiliki anatomi dan bentuk gerakan yang bermacam macam. Menganggap tungal terhadap anarkisme yang sebenarnya beragam tersebut dapat memunculkan suatu kesalahpahaman yang tidak perlu. Karena memang paham anarkisme dalam perkembangannya pernah menjadi pendorong terhadap perubahan sosial menuju suatu masyarakat bebas dari otoritarianisme menuju pada suatu masyarakat egaliter, tanpa dominasi dan demokratis. Bahkan paham Anarkisme telah menjadi inspirasi terhadap lahirnya banyak karya sastra tentang kemanusiaan yang sangat berbudaya. Misalnya saja kritik Ivan Illich terhadap “sekolah” di awal tahun 70-an merupakan salah satu karya seorang anarkis yang memberi isnpirasi bagi berbagai upaya pembaharuan pemikiran dan metodologi pendidikan. Pendek kata sudah lama masyarakat luas menjadi semakin manusiawi dan beradab, justru karena inspirasi dari para pemikir anarkis.

Bagaimana masa depan Anarkisme? Pada saat ini rakyat secara global mnghadapi tantangan besar akibat dari menguatnya paham Neo-Liberalsime. Indikasi menguatnya paham ini telah mendorong tata ekonomi, politik, sosial dan budaya kedalam suatu zaman yang dikenal dengan era Globalisasi. Globalisasi yang merupakan suatu formasi sosial untuk pengintegrasian ekonomi nasional bangsa bangsa kedalam suatu sistim ekonomi Kapitalisme global, juga telah memincu munculnya gerakan anarkisme baru diawal abad ini. Proses Globalisasi yang memaksakan pembentukan sistim, tata relasi dunia baru ini membawa akibat semakin menguatnya institusi modal dan Negara-negara Kapitalis melalui WTO dan Lembaga Keuangan Internasional terdapat indicator telah membangkitkan semngat anarkisme lagi. Berbagai perlawanan rakyat secara global diberbagai tempat menentang WTO dan Bank Dunia menjadi saksi dari kebangkitan gerakan anarkisme lagi yang secara global dikenal yakni The World Bank dan International Monetary Fund (IMF). IMF inilah organisasi yang paling dianggap berkuasa di abad 20.

Justru pada era globalisasi inilah terdapat suatu gejala lahirnya kembali gerakan anarkisme global yang selama ini tidak banyak kedengaran. Globalisasi justru seakan membangunkan kaum anarkis dari tidur, atau paling tidak membangunkan gerakan sosial yang mendapat inspirasi dari kaum anarkis secara global, seperti gerakan anti WTO, gerakan anti Hutang seolah meneruskan gerakan Hijau, gerakan feminisme, gerakan masyarakat Adat ataupun gerakan rakyat kaum miskin kota dan sebagainya. Gerakan rakyat menentang pembangunan Dam dibeberapa tempat di Asia, seperti gerakan anti proyek pembangunan Dam Narmada di India tahun 1980-an, pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari “New Social Movement” yang mendapat inspirasi dari pikiran anarkisme. Pada tahun 1992, gerakan untuk menyelamatkan Narmada ini berhasil mendesak Bank Dunia untuk mencabut dukungannya terhadap proyek tersebut. Gerakan yang “mewarisi sikap Kritis dan semangat anarkisme Mahatma Gandhi” ini adalah merupakan gerakan sosial yang menantang watak otoritarian kekuasaan negara dan sikap ekstraktif dari proses ekonomi yang dominan. Gerakan anarkisme yang dalam era itu juga disebut sebgai “New Social Movement” tumbuh dimana mana, dalam skala lokal, nasional, bahkan global.

Saat ini, sekali lagi kita menyaksikan suatu gerakan “koalisi global menentang WTO dan gerakan “Anti Hutang” Jubilee 2000, serta berbagai koalisi global menentang Bank Dunia, yang ditunjukkan dengan turunnya kembali kaum muda di jalan jalan kota-kota besar dunia setiap diselenggarakan pertemuan Globalisasi adalah fenomena resistensi sosial yang mengingatkan bangkitnya kembali gerakan anarkis atau bahkan terjaganya dari tidur panjang watak anarkis dari gerakan sosial. Gelombang sentimen untuk menentang watak dominasi Neo Liberalisme dan rezim Globalisasi yang mendunia saat ini, bukankah fenomena yang merupakan indikasi lahirnya kembali anarkisme. Masih banyak kasus yang saat ini tidak terungkap, bagaimana gerakan masyarakat di tingkat akar rumput melakukan resistensi terhadap Globalisasi yang pada dasarnya memiliki watak sebagai reinkarnasi pemikiran anarkisme. Misalnya saja gerakan para aktivis untuk membela para petani dari invasi budaya modernisasi pertanian revolusi hijau serta gerakan sosial untuk reformasi agraria dan hak hak petani (peasant rights) di Indonesia saat ini, apakah tidak dapat secara luas dianggap sebagai bangkitnya kembali falsafah anarkisme?.

(Mansour Fakih)

Ada Apa Dengan Punk

Kosa kata Punk telah digunakan sejak Shakespeare menulis The Merry Wives of Windsor. Dalam kamus bahasa Indonesia, Punk diartikan sebagai anak muda yang masih “hijau”, tidak berpengalaman, atau tidak berarti. Bahkan diartikan juga sebagai orang yang ceroboh, sembrono, dan ugal-ugalan. Istilah tersebut sebetulnya kurang menggambarkan makna punk secara keseluruhan.
Dalam “Philosophy of Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebut tiga definisi punk. Pertama, punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk sebagai Sang Pemula yang punya keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Terakhir, punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat” karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri. Definisi pertama adalah definisi yang paling umum digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak akurat karena cuma menggambarkan kesannya saja.
Punk memang sohor dari musik. Namun energi eksplosif dan kecepatan gerak punk lebih dari sekadar fenomena musik belaka. Ketika gelaran musik punk banyak diberangus, punk mengeksplorasi seni visual. Musik hanyalah satu aspek dari gerakan punk. Punk sangat terkait erat dengan musik, mode dan grafis, namun punk juga dapat dipandang sebagai bagian episode budaya yang lebih luas, dan menemukan ekspresinya dalam film, penampilan dan seni visual.
Bagaikan asam di gunung, garam di laut, bertemu di belanga, Punk yang terbit pertamakalinya di London, Inggris berakulturasi dengan nilai-nilai lokal di Indonesia. Pada era 1980-an, punk digandrungi golongan menengah-atas dari kota-kota besar di Indonesia, sebagai bentuk snobisme anak muda perkotaan. Sebagian besar mereka mengetahui tentang subkultur punk dari kaset-kaset yang beredar di kalangan terbatas, disamping dari terbitan majalah-majalah musik luar negeri yang dibawa remaja yang berlatar belakang keluarga makmur (karena boom minyak) yang berkesempatan bersekolah di Eropa atau Amerika.
Dekade pertengahan 1990 boleh dibilang merupakan fenomena mewabahnya musik underground di Indonesia. Pada 1997 adalah masa awal ketika punk Indonesia mulai terjun di kancah politik, dijuluki “punk politik” karena membawa isu-isu politik, kekuasaan, militer, dan globalisasi dalam konser underground. Punk ini mengusung musikalitas yang tak ribet, dengan lirik-lirik lugas di tengah unggah-ungguh eufimisme bahasa Indonesia yang mengalami birokratisasi. Lirik lagu mereka memakai bahasa yang langsung, kenyal, plastis, tidak merayakan metafora yang kelam seperti era psikodelik rock. Awal tahun 2000, subkultur punk menjadi sebuah gerakan yang merasuk sampai desa, kampung atau dusun di pojok pelosok Indonesia. Beberapa scene punk di kota-kota kabupaten di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan sekarang secara berkala membuat gigs, yang digeber band-band punk lokal. Sebagaian besar anak muda itu hidup sebagai petani atau pedagang dengan latar budaya agraris yang kuat.
Etos Do It Yourself (DIY) terutama mencuat pada 1990-an, ketika terjadi percampuran antara aksi protes (sebagai aksi politik langsung) dengan kegiatan pesta (aksi perayaan, festival). Budaya ini menyerukan gerakan counter culture atau underground di Amerika pada 1960-an, di mana politik dan pesta berbaur dan dipraktikkan menjadi ekonomi koperasi, pemenfaatan teknologi digital dan teknologi komunikasi untuk tujuan-tujuan masyarakat bebas, dan komitmen terhadap teknologi alternative. Mengembangkan sikap berdikari (berdiri di kaki sendiri), sikap independen, termasuk dalam hal memproduksi kebutuhan-kebutuhan estetis sekaligus kontekstual mengangkat aspirasi masyarakat luas : musik, wood cut, fotografi, zine, fashion, rajah tubuh, aksesoris, buku dan komik.

*)tulisan ini mendampingi Pameran "Ada Apa Dengan Punk" pada gig Spreading Punk Rock Frienship Reality di Gedung HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, 23 Juni 2008.

About Food Not Bomb


”Earth is enough to satisfy every man’s need, but not every man’s greed.” - Gandhi

Sebenarnya uang yang dihabiskan dunia untuk persenjataan militer dan perang dalam satu minggu cukup untuk memberi makan seluruh manusia di bumi dalam setahun. Ketika miliunan orang kelaparan tiap hari bagaimana kita bisa menghabiskan uang untuk perang. Lebih dari 20.000 orang mati kelaparan tiap harinya. Jika kamu merasa orang lebih membutuhkan makanan dibandingkan bomb maka kami mengundangmu hari ini. Beberapa tahum ke depan kita dapat merubah dunia untuk generasi mendatang dan Food Not Bombs bekerja untuk membuat perubahan tersebut menjadi positif bagi setiap orang. Kita semua adalah sukarelawan pergerakan dengan autonomi group aktif di Amerika, Asia, Eropa, Timur tengah, Australia dan seluruh belahan dunia. Kami menerima dengan tangan terbuka bantuan kamu.

Food Not Bombs mengorganisir beberapa proyek dalam komunitas diantaranya:
· Mendistribusikan makanan gratis untuk orang lokal yang membutuhkan
· Menyediakan meja literatur untuk menyediakan informasi tentang makanan, perdamaian dan keadilan
· Menyediakan makanan kecil saat demonstrasi dan kegiatan
· Mengorganisasi aksi kreatif dalam protes menolak perang dan kemiskinan

Kami mengundangmu untuk bekerja bersama kami untuk menyediakan kebutuhan yang penting dan informasi kepada komunitas. Kamu dapat membuat perubahan!

Food Not Bombs adalah salah satu pergerakan revolusi yang tumbuh dengan cepat saat ini dan telah menyebar ke seluruh dunia. Ada ratusan gerakan otonomi berbagi makanan vegetarian gratis dengan masyarakat yang membutuhkan juga kepada penentang perang dan kemiskinan. Energi pergerakan yang berasal dari akar rumput aktif ke seluruh Amerika, Asia, Eropa, timur tengah dan Australia. Food Not Bombs adalah organisasi untuk perdamaian dan mengakhiri pendudukan atas Irak, Afghanistan dan Palestina. Lebih dari 25 tahun pergerakan ini bekerja untuk mengakhiri kelaparan dan mendukung aksi untuk menghentikan globalisasi, pembatasan hak masyarakat, juga eksploitasi dan perusakan bumi.

Grup pertama dibentuk di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1980 oleh aktivis anti nuklir. Food Not Bombs adalah organisasi sukarelawan yang berdedikasi untuk perubahan sosial tanpa kekerasan. Food Not Bombs tidak mempunyai pimpinan dan hirarki yang membuat tiap orang masuk dalam proses pembuatan keputusan. Tiap kelompok menerima makanan dan yang lainnya mendistribusikan dan membuat makanan vegetarian yang disajikan di tempat publik kepada siapa saja. Tiap grup secara merdeka juga menyajikan makanan gratis untuk demo dan kegiatan yang lainnya. Grup San Fransisco telah ditangkap lebih dari 1.000 kali oleh pemerintah untuk membungkam protes mereka menentang kebijakan kota mereka yang tidak berpihak kepada orang miskin. Amnesty international membela sukarelawan Food Not Bombs yang didakwa sebagai ”Prisoner of Conscience” dan akan bekerja untuk pelepasan tanpa syarat. Walaupun kita berdedikasi tanpa kekerasan di Amerika Serikat tetapi selalu dibawah pengawasan FBI dan Pasukan anti teroris, Pentagon dan agen intelegen lainnya. Sejumlah relawan kita ditangkap dengan dakwaan terorisme tetapi tidak pernah terbukti.

Food Not Bombs sering menyediakan makanan dan suplai untuk survivor serangan teroris atau bencana alam. Pada tiga hari pertama setelah gempa bumi tahun 1989 di San Fransisco Food Not Bombs adalah organisasi yang menyediakan makanan untuk korban bencana alam. Food Not Bombs juga salah satu organisasi pertama yang menyediakan makanan untuk pekerja rescue saat serangan 11 September di World Trade Center. Sukarelawan Food Not Bombs juga menjadi yang pertama menyediakan makanan untuk membantu korban Tsunami Asia dan badai Katrina. Sukarelawan kita mengorganisir kolektif nasional program dan menyediakan bis dan truk suplai makanan ke pantai pantai. Selama enam bulan Food Not Bombs menyediakan makanan di New Orleans. Kamu dapat menemukan Food Not Bombs di daerah bencana dan kita siap untuk membantu di masa depan.

Food Not Bombs bekerjasama dengan kelompok seperti Earth First, leonard peiter Defense Komite, Anarchist Black Cross, IWW, Home Not Jail, Anti Racist Action, In Defense Of Animal, Free Radio Movement dan organisasi lainnya yang cutiing ther edge pada perubahan sosial positif dan news letter perlawanan yang diberi nama A Food Not Bombs Menu, kami berharap kamu akan bergabung bersama kita dalam aksi langsung mewujudkan dunia yang bebas dari dominasi pemaksaan dan kekerasan. Makanan adalah Hak bukan Previlege.

Sumber : www.foodnotbombs.net
SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI